Kasus Dugaan Penyalahgunaan Sianida, Saksi dan Bukti Legal Meringankan Posisi PT SHC di Persidangan 

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print

Surabaya, kabarkini.net – Sidang lanjutan kasus dugaan pelanggaran penggunaan bahan kimia sianida kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (27/10/2025).

Agenda sidang kali ini menghadirkan saksi dari PT SHC dan saksi ahli untuk memberikan keterangan di bawah sumpah.

Sugiarto Sinugroho, pendiri PT SHC, menjelaskan bahwa perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan bahan kimia ini didirikan sejak tahun 2000. Ia mengaku sudah tidak aktif mengelola perusahaan sejak empat tahun terakhir dan menyerahkan pengelolaan kepada Steven Sinugroho. “Karena ini perusahaan keluarga,” ujarnya di hadapan majelis hakim.

Steven Sinugroho, direktur PT SHC, menambahkan, “Sebagai direktur, saya melanjutkan kerja orang tua saya sebagai perusahaan pendistribusi bahan berbahaya (B2) yang telah berjalan cukup lama dengan proses yang benar dan tidak pernah tersangkut masalah.”

Perusahaan ini memiliki izin legal untuk mendistribusikan barang B2. Proses pendistribusian diawali dengan permintaan dari perusahaan tambang legal. PT SHC mendapatkan barang dari PT PPI sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang memiliki hak impor barang B2.

Dr. Rihantoro Bayuaji, kuasa hukum Sugiarto Sinugroho, menegaskan bahwa kliennya telah menyerahkan pengelolaan perusahaan secara faktual dan tidak lagi terlibat dalam aktivitas bisnis. Penasihat hukum juga mengungkapkan fotokopi Nomor Induk Berusaha (NIB) sebagai bukti legal bahwa PT SHC dapat melakukan pendistribusian barang B2.

Pada persidangan sebelumnya, seorang Guru Besar Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Prof. Dr. Nur Basuki Minarno, dihadirkan sebagai saksi ahli. Ia menjelaskan bahwa Undang-Undang Perdagangan memiliki karakter hukum administratif, tetapi hukum administratif yang diberikan sanksi pidana bertujuan agar ketentuan dalam undang-undang tersebut berlaku efektif, atau disebut juga “administratif penal.”

“Seharusnya, sanksi administratif diterapkan dulu sebelum sanksi pidana. Jangan dibalik,” ungkap ahli. (Y2)

Scroll to Top