Lahan Yayasan Trisila Dikosongkan: Akhir dari Sengketa Panjang

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print

Surabaya, kabarkini.net – Proses hukum yang panjang akhirnya mencapai titik akhir. Pada Kamis kemarin, Juru Sita Pengadilan Negeri Surabaya berhasil mengeksekusi pengosongan lahan dan bangunan Yayasan Pendidikan Trisila (YPT) di Jalan Undaan Nomor 57-59, Surabaya. Prosesnya berjalan lancar dan aman, diawasi ketat oleh Polrestabes Surabaya, Kejaksaan Negeri Surabaya, Camat, dan Koramil.

Eksekusi ini merupakan tindak lanjut dari putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sejak putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 221/Pdt.G/2014/PN.Sby (23 Oktober 2014), diperkuat Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 03/Pdt/2016/PT.Sby (30 Mei 2016), dan Mahkamah Agung RI Nomor 2110 K/Pdt/2017 (19 Oktober 2019), YPT telah diwajibkan mengembalikan lahan tersebut kepada PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). Putusan ini mempertimbangkan PP Nomor 223 Tahun 2021 dan PP Nomor 4 Tahun 1963.

Kuasa hukum PT. RNI, Turman Panggabean, S.H., M.H., menyampaikan rasa syukur atas kelancaran eksekusi. “Klien kami sudah memberikan tenggang waktu sejak 2019 hingga saat ini kepada termohon eksekusi. Ternyata mereka belum melakukan pengosongan sendiri. Bahkan kita sudah cukup kooperatif, tapi mereka tetap bertahan dan meminta nilai yang tidak mungkin dikabulkan oleh klien kami. Sempat tersiar Rp.30 miliar. Padahal putusan pengadilan jelas menyatakan bahwa termohon kasasi telah melakukan perbuatan melawan hukum,” ungkap Turman seusai eksekusi.

Menanggapi pertanyaan mengenai sejarah penggunaan lahan oleh YPT, Turman menjelaskan, “Sejak 1967, mereka tidak ada sewa menyewa maupun pinjam pakai. Tidak ada pembayaran sama sekali. Dengan putusan ini, maka aset ini akan dikembalikan kepada Negara melalui PT. RNI.”

Jaksa Pengacara Negara dari Kejaksaan Agung RI, Anton Arifullah, S.H., M.H., membantah isu yang beredar bahwa Kepala PN Surabaya pada tahun 2019 mengizinkan eksekusi dengan syarat ganti rugi.

“Pilihannya waktu itu ada tiga, pertama RNI yang mencarikan lahan pengganti. Kedua Yayasan Trisila mencari lahan pengganti sendiri dengan dibiayai oleh RNI. Tapi waktu itu saya katakan harus ada penilaian lebih dahulu dari KJPP dan di audit oleh BPKP agar uang negara jangan sampai berlebih untuk melakukan sewa. Dan yang ketiga diberikan tenggang waktu beberapa tahun, sampai Trisila mengosongkan sendiri. Tapi Trisila menolak,” jelasnya.

Lebih lanjut, Anton menjelaskan bahwa lahan tersebut awalnya merupakan aset negara yang dikelola RNI. Namun, karena situasi pada tahun 1967, lahan tersebut digunakan sementara oleh KKO untuk relokasi YPT, meskipun YPT memiliki lahan lain di Jalan Gembong Cantikan.

“Jadi, selama ini Trisila hanya menempati tanpa ada pemasukan kepada Negara. Karena ada Permeneg BUMN dan Permenkeu bahwa aset negara harus ada pemasukanya, maka kita suratilah Trisila sampai akhirnya ada gugatan perdata. Gugatan itu kita ajukan karena ada ketentuan dari BPKP bahwa aset negara bila digunakan oleh pihak ke tiga harus ada pemasukanya untuk negara,” papar Anton.

Ia menambahkan, “RNI sebetulnya sudah menyurati Trisila untuk melakukan sewa menyewa atau untuk pinjam pakai. Kita menggugat Trisila karena Trisila tidak mau melakukan sewa menyewa atau pinjam pakai. Perbuatan melawan hukum baru terjadi setelah kita jelaskan tidak hanya pinjam pakai, tapi harus ada dasar hukumnya kalau Trisila mau menempati.” (Y2)

Scroll to Top