Sidoarjo, kabarkini.net — Tim penilai program Kartu Usaha Perempuan Mandiri (KURMA) mendapat sorotan dari koordinator Peneliti Institue Of Research and Public Development (IRPD), Nanang Haromain. Pasalnya selain identitas personal dari tim penilai dari lima lembaga yang ditunjuk oleh dinas koperasi dan UMKM Sidoarjo tidak terbuka ke publik, satu diantaranya dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI).
Hal ini sesuai yang disampaikan oleh Kepala bidang pemberdayaan usaha mikro (PUM) Dinkop dan UMKM Sidoarjo, Rizkia Ananda saat di hubungi diruang kerjanya, Selasa (19/9/2023). Dirinya menjelaskan bahwa tim penilai untuk meloloskan dan mengugurkan kelompok UMKM yang mengajukan bantuan kurma itu terdiri dari lima lembaga, diantaranya dari unsur Akademisi, KADIN (Kamar Dagang Indonesia), PKK, HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) dan Pemberdayaan masyarakat.
“Untuk identitas nama personal dari lima lembaga tersebut, saya tidak tahu. Saya hanya menjalankan program ini sesuai dengan tupoksi saya. Untuk lebih lanjut silakan tanya langsung ke pak kepala dinas, biar satu pintu,” Tuturnya.
Menanggapi hal itu Nanang Haromain yang di hubungi di salah satu kafe di Sidoarjo pada Rabu, (20/9/2023) pagi tadi menyatakan bahwa untuk mewujudkan kehidupan demokrasi yang sehat, dirinya meminta agar para pejabat atau siapapun itu tidak menyalahgunakan wewenang dalam Pemilu 2024.
“jadi jangan sampai ada abuse of power, jangan sampai ada penyalahgunaan kekuasaan,” demikian yang disampaikan Nanang dalam menanggapi dugaan keterlibatan ketua HIPMI, Dian Felani dalam tim penilai validasi kurma sementara yang bersangkutan juga sedang mencalonkan diri sebagai anggota Legislatif DPRD Kabupaten Sidoarjo dapil 1
Kata Nanang, harga yang dibayar untuk penyalahgunaan ini cukup mahal bagi kesehatan demokrasi di Sidoarjo.
Ada beberapa ciri untuk menyatakan bahwa telah terjadi penyalahgunaan wewenang antara lain: menyimpang dari tujuan atau maksud dalam kaitannya dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, menyimpang dari tujuan atau maksud dalam kaitannya dengan asas legalitas, dan menyimpang dari tujuan atau maksud dari suatu pemberi kewenangan
Oleh karena itu, Nanang berharap kedepan, partai politik mesti menerapkan proses kanderisasi yang lebih transparan dan akuntabel. Sebab, proses itu tidak hanya menyangkut partai, tetapi juga berdampak pada publik.
Mantan komisioner KPUD Sidoarjo ini juga menandaskan bahwa masyarakat pun diharapkan menerapkan standar integritas dalam memilih politisi yang maju dalam Pileg 2024. Salah satunya adalah melihat rekam jejak, seperti pernah diduga melakukan korupsi atau pernah menjadi terpidana korupsi, termasuk jika integritasnya dikenal tidak baik.
”Mestinya mereka tidak diberi tempat supaya kita bisa menghasilkan calon yang tidak membawa masalah ke depan,” Pungkasnya. (A2)