Sengketa Tanah Tambak Sidoarjo: Kuasa Hukum Ahli Waris H. Djen Pasang Badan, Diduga Ada “Permainan” di Balik Konsinyasi

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram
Email
Print

Sidoarjo, kabarkini.net – Kasus sengketa tanah tambak di Lingkar Timur Sidoarjo kembali memanas dengan munculnya gugatan konsinyasi yang diajukan oleh Puji Lestari alias Ririn. Kuasa hukum ahli waris H. Djen, Abdul Malik, menilai langkah Ririn tersebut “konyol” dan terkesan dipaksakan.

“Pengajuan konsinyasi ini tidak berdasar dan terkesan dipaksakan, Ririn seolah-olah ingin memaksakan kehendaknya dengan mengklaim telah melakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan pihak Basori pada tahun 2015. Padahal, Basori sendiri mengaku tidak pernah menerima berkas PPJB tersebut hingga saat ini.” tegas Abdul Malik.

Lebih lanjut, Abdul Malik mengungkapkan bahwa Puji Lestari dan pengacaranya, Robinson Panjaitan, telah dilaporkan ke Mabes Polri, MA, BPN, Komisi III DPR RI atas dugaan mafia tanah dan hukum.

Sengketa tanah tambak ini bermula dari gugatan Basori terhadap ahli waris H. Djen terkait sebagian objek tanah tambak seluas 2,9 hektar yang belum bersertifikat. Basori memenangkan perkara dan mengajukan eksekusi lahan di Pengadilan Negeri Sidoarjo. Namun, ahli waris H. Djen keberatan atas putusan dan rencana eksekusi karena wilayah yang diklaim oleh Basori cs adalah wilayah milik H. Djen yang telah bersertifikat.

Ahli waris H. Djen memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) asli, bukti bayar pajak, dan bukti data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kanwil terkait objek tanah yang sesuai. Sementara itu, Basori cs tidak pernah memiliki dokumen asli, bukti bayar pajak, dan data yang mereka ajukan di pengadilan berbeda dengan data di BPN Kanwil.

Ririn mengajukan konsinyasi dengan alasan telah melakukan PPJB dengan pihak Basori pada tahun 2015 dan menyerahkan dana konsinyasi sebesar Rp2,3 miliar ke PN Sidoarjo. Namun, Abdul Malik mempertanyakan dasar hukum dari konsinyasi tersebut.

“Jika benar Ririn mengajukan konsinyasi dengan dasar PPJB, maka perlu dipertanyakan keabsahannya. Pada tahun 2015, status tanah tambak ini masih dalam sengketa. Jual beli objek tanah dalam sengketa jelas melanggar undang-undang.” terangnya.

Abdul Malik menduga ada motive tersembunyi di balik pengajuan konsinyasi ini. Ririn diketahui tidak terima dengan upaya damai yang dilakukan oleh ahli waris H. Djen dan Basori cs. Ia mengajukan konsinyasi setelah permintaan kompensasi kepada keluarga Basori ditolak.

Abdul Malik menegaskan bahwa ahli waris H. Djen akan terus memperjuangkan hak mereka atas tanah tambak tersebut. Mereka akan melakukan upaya hukum untuk membatalkan putusan dan eksekusi yang diajukan oleh Basori cs. Mereka juga akan melaporkan kasus ini kepada pihak berwenang untuk mengusut dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Ririn.

“Kami yakin kebenaran akan terungkap, kami akan terus berjuang untuk mendapatkan keadilan dan melindungi hak-hak ahli waris H. Djen.” ujar Malik.

Kasus ini menjadi bukti bahwa sengketa tanah masih menjadi permasalahan yang kompleks di Indonesia. Perlu ada upaya yang lebih serius untuk menyelesaikan sengketa tanah dengan cara yang adil dan transparan. (S2)

Scroll to Top